Tuesday, December 17, 2013

My First Long Distance Cycling Experience (judulnya kayak tugas anak kelas 4 SD gak sih?)

Tanggal 8 November malam terasa seperti malam takbiran, aku tidak bisa tidur! Tak sabar menunggu hari besok, hari perdana bersepeda jarak jauh dan kami berencana berangkat dari kampus jam 5 subuh.
Pagi itu kokokan ayam di alarm handphone cukup membuatku terkejut, aku terlambat bangun karena semalam tidak bisa tidur. Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, dengan tergesa-gesa aku berjalan meninggalkan kosanku menuju kampus.
Sesampainya di kampus ternyata sepeda belum selesai disetting, karena ternyata semalam sepeda dipinjam sampai jam 2 malam. Aku semakin gugup karena hari semakin siang, rencana berangkat jam 5 subuh pun gagal.
Tepat pukul 07.00 kami, aku dan sangke bertolak dari kampus UPI menuju titik kumpul para Federalis Bandung, perempatan Buah Batu – Soetta. Aku berdoa semoga perjalanan bersepeda jarak jauh pertamaku berjalan lancar dan juga berdoa semoga aku tidak ditinggal oleh kelompok lain.
Belum terlalu jauh dari kampus, setang sepedaku longgar, karena jalanan terus menerus menurun setang semakin tak nyaman. Setang butterflyku terus menerus menukik ke bawah membuat aku gugup dan takut. Kami tidak membawa kunci-kunci untuk mensetting ulang, beruntung di Cihampelas kami disapa bapak Federalis yang juga hendak menuju Gunung Puntang, akhirnya setang sepedaku bisa diatur ulang. Kami pun bersama-sama menuju titik berkumpul, perempatan Buah Batu – Soetta.
Ternyata kurang dari 45 menit kami sudah sampai di titik berkumpul, aku kira sudah terlambat dan ditinggal rombongan yang lain. Ternyata disana masih ada beberapa orang yang masih menunggu, lega karena seniorku pun ternyata belum tiba di lokasi. Seminggu kemarin aku memang sudah meminta agar aku bisa ikut dengan rombongan seniorku.
15 menit menunggu akhirnya beliau datang dan kami pun bertolak menuju Gunung Puntang, aku gugup, takut tapi juga senang. Walau sepedaku dan sepeda sangke yang paling sederhana, tanpa aksesoris seperti pesepeda lainnya dan packing-an barang kami yang seadanya tapi kami menikmati perjalanan bersama sepeda-sepeda keren lainnya.
Di daerah Baleendah rombongan kami berhenti untuk sarapan, sangke tertinggal di belakang karena barang yang kami packing paburisat (baca: berantakan). Aku merasa bersalah karena menggenjot sepeda terlalu cepat dan meninggalkan dia di belakang. Tapi tidak lama akhirnya sangke datang, aku bersyukur ternyata jarak kami tidak terlalu jauh. Selesai sarapan kami kemudian mempacking ulang, teman-teman rombongan seniorku meminjamkan beberapa tali untuk lebih menguatkan ikatan.
Setelah selesai, kami melanjutkan perjalanan yang masih lumayan jauh. Rutenya menuju pasar Banjaran dan kemudian menuju Cimaung untuk selanjutnya ke titik akhir Gunung Puntang. Trek datar hanya kutemui sampai pasar Banjaran, mulai dari Cimaung jalanan sudah mulai menanjak. Aku kayuh sepedaku sambil berkata pada diri sendiri, “ini sama halnya seperti naik gunung nov, kamu harus tetap tabah!”
Kali ini aku yang ditinggal sangke, padahal sepeda yang aku pakai speednya lebih banyak darinya, bebanku juga lebih ringan. Kesabaran benar-benar diuji, hari yang semakin siang, matahari semakin naik dan asap kendaraan yang mengepul terkadang membuatku ingin berhenti.
Setibanya di persimpangan menuju Gunung Puntang sudah banyak pesepeda lain, dan ini lebih keren lagi mungkin sekitar 50 sepeda terparkir di pinggir jalan, pemandangan yang keren bagiku. Sepeda-sepeda dan pemiliknya tersebar di beberapa titik. Sambil menunggu pesepeda yang belum datang aku dan sangke melengkapi perbekalan yang kami bawa, kami membeli bahan untuk membuat sambal  dan juga beberapa sayuran.
Seorang bapak yang mungkin koordinator atau panitia dari acara ini kemudian memberi komando kepada para pesepeda  untuk segera melanjutkan perjalanan menuju camp di Gunung Puntang. Kami semua serentak bersiap-siap untuk mengayuh sepeda dan melahap tanjakan yang akan ditemui. Ini bukan kali pertamanya aku ke Gunung Puntang, sedikit banyaknya aku sudah hafal bagaimana perkemahan Gunung Puntang dan jalan menuju kesana. Jarak yang harus ditempuh mungkin sekitar 9 km dari persimpangan tadi dan terus menanjak. Kucatat kami berhenti untuk istirahat sampai 3x, dan yang terakhir adalah yang paling menggelikan.
Ketika melewati bumi perkemahan Pramuka, kebetulan sedang diselenggarakan Persami Pramuka di tingkat SD, aku berhenti karena tergoda untuk membeli cingcau. Ternyata bukan aku saja yang berhenti dan tergoda oleh cingcau itu, hampir semua anggota rombongan seniorku berhenti termasuk seniorku. Ya, aku lupa mengenalkan beliau, aku menyebutnya Kang Kelik tapi rombongannya memanggil beliau Komandan, mungkin karena beliau yang paling tua. Setelah semua selesai menyantap cingcau, Kang Kelik menghampiri pedagang cingcau bersamaan dengannya seorang anak pramuka dari buper tersebut dan dengan polosnya si anak malah memberikan uang kepada Kang Kelik mungkin ia pikir Kang Kelik adalah penjual cingcau tersebut, sontak kami semua tertawa geli menertawakan beliau. Dengan muka yang memerah buru-buru Kang Kelik mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan, mungkin beliau malu karena kami tertawakan.
Setelah kulahap cingcau yang menyegarkan itu, kugenjot lagi sepeda dengan semangat dan harapan bahwa camp sudah semakin dekat. Matahari semakin naik karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 dan aku masih belum sampai. Aku tidak akan menyerah, aku tahu nanti semuanya akan terbayar diatas sana. Sekarang aku yang memimpin, sangke tertinggal di belakang, mungkin karena sepeda dan bebannya yang berat.
Sesampainnya di pintu masuk Gunung Puntang, aku dan sangke tidak langsung menuju camp. Kami mampir sebentar di PGPI (Persaudaraan Gunung Puntang Indonesia), menjumpai teman yang sebelumnya sudah kami beritahu akan kedatangan kami. Sambil mengisi baterai handphone yang kosong kami sholat dzuhur kemudian dijamu makan siang ala kadarnya. Rombongan yang lain sudah menuju camp.  Setelah mengobrol cukup lama, pukul 13.00 kami melanjutkan perjalanan menuju camp. Kali ini treknya berbatu, bukan lagi aspal, dan aku tidak sanggup menggenjot sepeda di jalanan menanjak nan berbatu itu. Kutuntun saja sepedaku sampai tiba di camp.
Suasana di sekitar camp cukup ramai, ada kelompok pramuka dan ada juga mahasiswa dari Jurusan Kimia Unjani Cimahi yang sedang mengospek mahasiswa barunya. Tenda-tenda sudah mulai berdiri, aku yang tidak membawa shelter karena sebelumnya sudah meminta ijin untuk nebeng dengan seniorku mulai membantu mendirikan tenda dan memasang flysheet. Rasanya sudah lama sekali aku tidak camping, dan kali ini benar-benar berbeda. Aku menuju tempat camp dengan bersepeda!
Selain ngobrol ngalor ngidul dan sharing seputar sepeda dan touring, kegiatan kami hanyalah memasak dan makan. Ketika malam datang api unggun mulai dibuat, ada beberapa tenda yang terdengar penghuninya sudah mendengkur karena tidur pulas dan ada juga beberapa tenda yang masih ramai mengobrol. Aku sendiri memutuskan untuk beristirahat, beruntung ada Ibu Lisa, atlit sepeda uphill yang dengan baik hati menawarkan untuk tidur di tendanya.
Keesokan paginya setelah semua peserta menyantap sarapannya masing-masing, ada materi Pertolongan Gawat Darurat yang diberikan oleh pemateri dari PMI Banjar. Dilanjutkan dengan perkenalan dan pembagian doorprize, ini acara puncaknya karena doorprize yang cukup banyak sudah dinantikan oleh para peserta. Sebelum pembagian doorprize kami dipersilakan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Kebanyakan peserta didominasi oleh laki-laki, perempuan yang ikut bersepeda hanya aku dan Bu Lisa.  
Ngomong-ngomong soal doorprize jujur aku berharap bisa mendapatkan rak atau tas pannier, lumayan untuk membawa barang bawaan kami pulang ke Bandung. Sebagai  perwakilan peserta perempuan, aku didahulukan untuk mengambil nomor undian. Bismillah, aku ambil satu gulungan kertas kecil itu dan begitu kubuka nomor enam tertulis di kertas itu. Aku celingukan mencocokan dengan doorprize yang diletakkan diatas terpal, dan aku mendapatkan sebuah celana PDL, Alhamdulillah ukurannya pun cocok J. Berbeda denganku yang mendapat kesempatan khusus, sangke harus mengantri untuk mendapatkan nomor undian dan ia berhasil mendapatkan doorprize berupa cover sepeda, Alhamdulillah lumayan J.
Sebelum matahari semakin naik, kami mulai membongkar tenda-tenda dan mempacking semua barang ke sepeda. Perjalanan berat lainnya menungguku, perjalanan pulang menuju jalan Setiabudhi yang menanjak. Aku menaksir kami akan tiba di kampus pukul enam sore, tepat ketika Maghrib berkumandang.